TEGUH PRAMONO GURU PEMBELAJAR


Jumat, 12 Maret 2010

KAMUS KECIK ISTILAH GAYA BAHASA



Untuk mempermudah pembacaan, Kamus Kecik Gaya Bahasa ini disertai tanda-tanda khusus sebagai berikut:

Mis : singkatan misalnya
Dll : singkatan dan lain-lain
; : digunakan sebagaitanda pemisah penjelasan/pengertian atau tanda pemisah contoh
(…) : digunakan sebagai penunjuk bahwa kata-kata dalam kurung merupakan pengertian dari kata sebelumnya
… : menunjukkan bahwa contoh yang dimaksud bergaris bawah.



1. Alegori
(1) Cerita singkat yang mengandung kiasan; (2) cerita yang diceritakan dengan menggunakan lambang-lambang; (3) cerita dengan makna, maksud dan tujuan terselubung untuk memberi ajaran moral dan spiritual. Misalnya cerita Kancil dan buaya, Kancil dengan Pak Tani, Utak-utak Ugel

2. Aliterasi
(1) Majas yang memanfaatkan purwakanthi; (2) pemakaian kata-kata yang memiliki persamaan bunyi awal. Mis: Dara damba daku, diam di diriku; (2) semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan sama.

3. Alusi
(1) Majas yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan bahwa yang diajak komunikasi memiliki pengetahuan yang sama dengan pemberi informasi serta adanya kemampuan pembaca atau pendengar menangkap apa yang diacu. Mis: Apakah kita rela jika peristiwa Madiun terulang lagi? (peristiwa Madiun berarti pemberontakan PKI di Madiun); (2) semacam acuan yang berusaha mensugestikan persamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya mengacu pada hal eksplisit atau implisit kepada peristiwa, tokoh-tokoh, mitologi, tempat, atau benda-benda yang terkenal. Mis: Kartini kecil ini turut memperjuangkan persamaan hak wanita.

4. Alusio
Gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan ungkapan, peribahasa atau sampiran pantun yang isinya sudah diketahui umum. Mis: Dia itu tong kosong nyaring bunyinya, Ia dicurigai sebagai kambing hitamnya.

5. Allegori
Gaya bahasa yang memperlihatkan suatu perbandingan yang utuh, lengkap, dan harmonis. Mis: Dalam mengarungi laut yang penuh gelombang, topan serta batu karang, nahkoda dan juru mudi hendaknya seia sekata dalam menjalankan perahunya. Hal ini bila berhasil tentulah tanah seberang yang dibangga-banggakan akan tercapai.
Nahkoda = suami
Juru mudi = istri
Topan, gelombang, batu karang = halangan dan cobaan hidup
Tanah seberang = cita-cita yang didambakan

6. Anabasis
Gaya bahasa yang mengandung urutan pikiran berturut-turut semakin tinggi kepentingannya. Mis: kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, pengalaman harapan

7. Anadiplosis
Gaya bahasa yang menggunakan kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat, menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Misal: dalam laut ada tiram, dalam tiram ada mutiara, dalam hati tak ada apa jua yang ada.

8. Anakhronisme
Gaya bahasa pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan menunjukkan bahwa dalam uraian ada kejadian yang tak sesuai dengan sejarah. Sesuatu yang dilukiskan pengarang atau pembicara belum ada pada masa itu. Mis: dalam drama ‘Julius Caesar’ Williem Shakespeare menulis : “ Jam berbunyi tiga kali”. Hal ini tidak sesuai karena pada masa itu (masa Julius Caesar) belum ada jam.

9. Anakolutan
Gaya yang berwujud menghilangkan unsur kalimat yang letaknya terdapat di tengah-tengah kalimat. Penghilangan kalimat ini dengan mudah dapat diisi oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikalnya memenuhi pola tertentu. Mis: Jika Anda gagal melaksanakan tugasmu … tetapi baiklah, kita tidak membicarakan hal itu.

10. Analogi
Gaya pengungkapan terhadap dua hal atau lebih yang dalam beberapa segi mengandung persamaan. Mis: apa kalian mau dikatakan kucing dan anjing, setiap hari selalu bertengkar.

11. Anapora
(1) Gaya bahasa perulangan yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya; (2) gaya bahasa perulangan yang biasanya dipakai dalam puisi. Mis:
Berdosakah aku jika mencintaimu
Berdosakah aku mengikuti kodrat
Berdosakah aku berpasangan denganmu

12. Anastrof
Gaya bahasa yang diperoleh dengan cara pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Mis: (a) Pergilah ia meninggalkan kami, (b) Bersorak-sorak orang di pinggir jalan memukul bermacam-macam bunyi-bunyian

13. Antanaklasis
Majas yang mengandung ulangan kata yang sama tetapi dengan makna yang berbeda. Mis: (a) Buah bajunya terlepas membuat buah dadanya hampir kelihatan, (b) Tanggal satu kemarin giginya tanggal satu.

14. Antifrasis
Gaya bahasa yang berwujud penggunaan kata dengan makna kebalikannya, biasanya pembaca atau pendengar mengetahui bahwa apa yang dimaksud pembicara adalah kebalikan dari apa yang dikatakannya. Mis: Lihatlah sang Raksasa telah tiba ( yang dimaksud Si Cebol)

15. Antiklimaks
(1) Gaya bahasa penegasan yang melukiskan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin melemah. Mis: Jendral, kolonel, mayor, kapten, letnan, sampai prajurit hadir dalam acara itu. (2) Merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Mis: Ketua pengadilan itu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan kurang terkenal.

16. Antisipasi
Gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata, sebelum sebuah peristiwa atau kejadian atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya untuk mendeskripsikan kecelakaan pesawat terbang sebelum sampai kepada peristiwa kecelakaan itu sendiri, pembicara atau penulis sudah menggunakan kata pesawat yang sial itu. Padahal kesialan baru terjadi kemudian. Mis: Pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan.

17. Antitesis
(1) Gaya bahasa pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan paduan kata yang berlawanan arti, mempergunakan kata-kata yang berlawanan arti dalam satu kelompok kata. Mis: tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, hadir dalam undangan itu. (2) gaya bahasa yang menggunakan gagasan-gagasan yang bertentangan. Mis: Ia sering menolak, tetapi sekali pun tak pernah menhyakiti hati.
18. Antonomasia
(1) Gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu hal dengan mengganti kata sebutan dengan uraian yang sudah umum. Misal: Kitab Suci orang Islam tidak boleh ditambah atau dikurangi ; (2) Mengganti nama diri dengan gelar resmi, jabatan, atau hal yang lebih umum. Misal: Pangeran yang meresmikan gedung itu.

19. Apofasis
Gaya di mana penulis atau pembicara menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal; berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkan. Mis: Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini kalau Saudara telah menggelapkan uang ratusan juta rupiah.

20. Aposiopesis
Gaya bahasa yang berwujud penghilangan unsur kalimat yang berada di tengah kalimat dengan maksud menyatakan secara tak langsung suatu peringatan atau karena suatu emosi yang kuat. Mis: aku tak mau engkau … katakan milik siapa uang itu!

21. Apostrof
Gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir, kepada mereka yang sudah meninggal, barang atau objek khayalan, atau sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia tidak berbicara kepada hadirin. Mis: Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu yang penghabisan, berilah kami kenikmatan dan keadilan seperti yang telah kamu perjuangkan.

22. Asidenton
(1) Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa benda, orang, atau sesuatu tanpa menggunakan kata penghubung. Mis: mangga, pepaya, durian, merupakan buah kesukaanku; (2) gaya bahasa yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat, di mana kata, frasa, atau klausa yang sederajat yang lebih dari satu, tidak dihubungkan dengan kata sambung, biasanya hanya dihubungkan dengan tanda koma.

23. Asonansi
Gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi. Misal:
Kura-kura dalam perahu
Pura-pura tidak tahu
Sudah gaharu cendana pula
Sudah tahu bertanya pula

24. Asosiasi
Majas perbandingan yang menimbulkan asosiasi terhadap keadaan yang sebenarnya. Mis: mukanya bagai bulan penuh (bundar)
25. Batos
Gaya bahasa yang mengurutkan beberapa ide dari yang sangat penting tiba-tiba menukik ke hal yang tidak penting. Mis: Engkaulah raja yang mahakuasa di daerah ini, seorang hamba pengecut dari tuanmu yang pemurah.

26. Dekrementum
Antiklimaks yang berwujud menambah ide yang kurang penting pada suatu ide yang penting. Mis: Kita hanya dapat merasakan betapa besarnya perubahan dari bahasa Melayu ke bahasa Indonesia, apabila kita mengikuti pertukaran pikiran, polemik, dan pertentangan yang berlaku sekitar bahasa Indonesia dalam tahun empat puluh terakhir ini.

27. Depersonifikasi
Gaya pembendaan, gaya bahasa yang berupa pemberian identitas benda kepada insan. Biasanya ditandai dengan kata pengandaian seperti kalau, umpama, jikalau, jika dll. Mis: kalau aku tangkai, engkau bunganya, kalau aku samodra engkau ombaknya.

28. Disonansi
Gaya bahasa yang berbentuk penggunaan bunyi-bunyi konsonan yang sama pada beberapa kata. Mis:
lekak lengkang kelap
lekuk lengkung kelip

29. Ekslamasio
Gaya bahasa penegasan yang memakai kata-kata seru sebagai penegas. Mis: amboi, indahnya; wah, ramainya.

30. Elipsis
(1) Gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat ditafsirkan isinya oleh pembaca atau pendengar sehingga struktur kalimatnya memenuhi pola tertentu. Mis: Masihkah kau percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, tetapi dari psikis … (2) Gaya bahasa penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menghilangkan kata-kata atau kelompok kata yang dianggap sudah diketahui oleh pembaca atau pendengar. Mis: ‘Masuklah!’ Dia dan istrinya ke Jakarta ( penghilangan predikat : pergi atau berangkat )

31. Enumerasia
Gaya bahasa penegasan yang melukiskan beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan, dilukiskan satu persatu supaya tiap-tiap peristiwa dalam keseluruhannya tampak jelas. Mis:
Pagi di hutan. Matahari memancar cerah, menembus celah dedaunan. Embun berpendaran cemerlang di pucuk-pucuk pepohonan. Burung serta unggas lain riang gembira bernyanyi di ranting-ranting.

32. Epanadiplosis
Gaya bahasa yang berwujud penggunaan kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya; lihat anadiplosis; lihat epanastrofa.



33. Epanalepsis
Gaya bahasa pengulangan yang berwujud mengulang kata pertama pada baris, klausa atau kalimat terakhir. Mis:
Kita gunakan pikiran dan perasaan kita
Kami mencintai karena Tuhan kami

34. Epanastrofa
Lihat anadiplosis

35. Epanortesis
(1) Gaya bahasa penegasan yang melukiskan sesuatu dengan membetulkan kembali apa yang salah diucapkan baik diucapkan secara sengaja atau tidak. Mis: Ayah ada dalam kamar, oh, bukan, ada di kebun. ; (2) gaya yang berwujud mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Mis: Bapak-Ibu yang terhormat sekarang sudah waktunya makan, bapak-ibu boleh pulang, eh, maaf, dipersilakan ke ruang makan.

36. Epipora
(1) Gaya bahasa yang mempergunakan perulangan kata pada akhir beberapa kalimat; (2) gaya bahasa penegasan yang berbentuk pengulangan kata atau kelompok kata pada akhir baris puisi. Mis:
Dalam bergurau bersama angin
Berlomba pun bersama angin

37. Epistrofa
Repetisi yang berupa pengulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat yang berurutan. Mis:
Bumi yang kau diami, laut yang kau layari adalah puisi. Udara yang kau hirupi, air yang kau teguki adalah puisi; lihat juga epipora

38. Epitet
Disebut juga epiteta, gaya yang menggunakan acuan untuk menyebut suatu sifat atau ciri yang khusus dari suatu hal atau orang. Mis: lonceng pagi untuk kokok ayam jantan, puteri malam untuk bulan, raja rimba untuk singa.

39. Epitheta ornantia
Disebut juga epitheton arnans, gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan menambah kata tertentu dengan maksud untuk memberi corak atau menghias. Mis: Si Ahmad jangkung, Iskandar Zulkarnain, Si Joko Keriting

40. Epizeuksis
Repetisi yang bersifat langsung, yaitu kata yang dipentingkan diulang beberapa kali secara berurut-urut. Mis: Kita harus bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja

41. Eponim
Gaya dimana seseorang yang namanya sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Mis: Hercules untuk menyatakan kekuatan, Helen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

42. Erotesis
Pertanyaan retoris; semacam pertanyaan yang digunakan dalam pidato atau tulisan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya jawaban. Jawaban hanya ada satu kemungkinan. Mis: Akan diamkah kita jika tanah air kita dinjak-injak penjajah?

43. Eufimisme
(1) Eufemismus; ungkapan pelembut; (2) gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan kata-kata tertentu yang lebih halus konotasinya untuk mengganti kata-kata yang dirasa kasar; (3) gaya pengungkapan dengan kata-kata yang berarti baik dengan tujuan baik, tidak terasa menghina, menyinggung perasaan atau mensugesti ke hal-hal yang tidak menyenangkan. Mis: (a) Pikiran sehatnya semakin merosot (gila), (b) Aku mau ke belakang dulu (WC), (d) penyesuaian harga (kenaikan harga yang tinggi)

44. Fabel
(1) Gaya bahasa yang berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang itu bertindak seperti manusia; (2) Gaya bahasa untuk menyampaikan ajaran moral dan budi pekerti dengan menggunakan analogi yang transparan dari tindak-tanduk bintang, tumbuh-tumbuhan atau makhluk yang bernyawa lainnya. Mis: kisah tentang Burug Gagak dengan Anjing, Dongeng Si Kancil.

45. Gradasi
Klimaks; majas yang mengandung suatu rangkaian atau urutan (paling sedikit tiga) kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan, yang mempunyai satu atau beberapa ciri-ciri semantik secara umum, dan yang di antaranya paling sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif (jumlah). Mis: Aku mempersembahkan cintaku padamu, cinta yang bersih dan suci, suci tanpa noda, noda yang selalu kujauhi.

46. Hipalase
(1) Gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain; (2) Kebalikan dari suatu hubungan alamiah dari dua komponen gagasan. Mis: (a) Ia berbaring di atas bantal yang gelisah (yang gelisah orangnya bukan bantalnya), (b) Andi duduk di kursi yang merana (yang merana bukan kursi, kursi yang merana = kursi yang sudah tidak bisa diduduki.

47. Hiperbaton
Histeron proteron; gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian di awal peristiwa. Mis: (a)Kereta melaju dengan cepat, di depan kuda yang menariknya. (b) Bila sudah berhasil mendaki karang terjal itu, sampailah ia di pantai yang sangt menawan.

48. Hiperbol
Hiperbola; hiperbolisme; (1) gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan sesuatu yang lebih hebat pengertiannya untuk mengangatkan arti. Mis: harga bensin membumbung tinggi (naik); (2) gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu. Mis: Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledaklah aku.

49. Hiperbola
Lihat hiperbola; hiperbolisme

50. Hiperbolisme
Lihat hiperbol; ungkapan melebih-lebihkan

51. Interupsi
Gaya bahasa penegasan dengan menyisipkan kata atau kelompok kata pada bagian kalimat. Mis: (a) Ia – juga teman-temannya – telah pergi. (b) Aku- seperti yang kamu lihat – sakit.

52. Inuendo
Semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya, untuk menyatakan yang sebenarnya, untuk menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tidak menyakitkan hati kalau dilihat sepintas lalu. Mis: Ia menjadi kaya raya karena mengkomersialkan sedikit dari jabatannya, setiap kali ada pesta, pasti ia akan mabuk karena terlalu kebanyakan minum.

53. Inversi
Anastrof; gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan predikat kalimat lebih dipentingkan daripada sunyek. Mis: (a) Amat indah pemandangan itu. (b) Tidak sakit anak itu.

54. Ironi
Sindiran halus; (1) gaya bahasa sindiran yang melukiskan sesuatu dengan menyatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan tujuan menyindir. (2) Majas yang menyatakan sesuatu dengan makna yang bertentangan dengan kenyataan sebenarnya, apa yang dikatakan tidak sesuai dengan suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya, dan apa yang dikatakan tidak sesuai dengan harapan. Mis: (a) Abang lekas benar pulang, kan, ini baru jam dua malam. (b) Aduh bersihnya kamarmu, kertas dan pakaian kotor bertengger di setiap sudut.

55. Kata basis
Antiklimaks yang mengurutkan sejumlah ide yang semakin kurang penting. Mis: Pembangunan lima tahun telah dilaksanakan serentak di Ibu kota negara, ibu kota-ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Indonesia.

56. Kesamaan
(1) Gaya bahaa yang menegaskan antara dua hal yang pada dasarnya berbeda tetapi dinyatakan sama dengan yang lain; (2) Komparasi antara dua hal atau lebih yang pada dasarnya berbeda tetapi mungkin saja secara mencolok sama dalam beberapa gal, dengan menggunkan kata-kata pembanding: seperti, sebagai, bak dan sejenisnya. Mis: Para gembala Sardini adalah orang-orang asli. Pendek, konvensional, pendiam, mereka bak batu-batu karang negeri mereka yang tandus, seperti batu-batu besar yang agak perasa dikikis masa.

57. Kiasan
(1) Metafora yang tidak menggunakan kata pembanding :seperti, sebagai, bak; (2) Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal secara implisit, tanpa kata-kata seperti, bagai, baik dan sejenisnya. Mis: (a) Nani jinak-jinak merpati, (b) Perpustakaan gudang ilmu, (c) Minah anak emas pamanku.

58. Kiasmus
Majas yang berisikan perulangan atau repetisi dan sekaligus merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat. Mis: (a)Yang kaya merasa dirinya miskin, sedang yang miskin merasa dirinya kaya, (b) Sudah sepantasnya orang tua tidak menganggap dirinya muda, sedang orang muda jangan menganggap dirinya tua.

59. Kilatan
Alusi; majas yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan bahwa pendengar atau pembaca mempunyai pengetahuan yang sama dengan penulis atau pembicara, serta adanya kemampuan untuk menangkap maksudnya. Mis: Tugu ini mengingatkan kita pada peristiwa Bandung Selatan.

60. Klimaks
(1) Gaya bahasa yang melukiskan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan kata-kata yang maknanya makin menghebat (naik); (2) Gaya bahasa mendaki, makin lama, makin meningkat, menyebutkan sifat-sifat yang makin lama, makin mengeras. Mis: (a) Karena sakitnya parah, jangankan bergerak, berjalan apa lagi, (b) Jangankan harta benda, jiwa ragu pun akan dipertaruhkan.

61. Kontradiksio interminis
Gaya bahasa pertentangan dengan menggunakan sebuah kata yang berlawanan arti dengan kata yang digunakan terdahulu. Mis: Semua buku telah disampul, hanya buku sejarah yang belum.

62. Koreksio
Lihat epanortesis; pembetulan sesuatu yang dengan sengaja dikemukakan dengan salah untuk menegaskan maksud

63. Litotes
(1) Gaya bahasa mengecilkan kenyataan untuk merendahkan diri; (2) hiperbola negatif; gaya untuk meringankan arti, atau memperkecilkan arti. Mis: Ayolah makan seadanya, tunggulah saya sekejap mata saja.

64. Metafora
(1) Gaya bahasa perbandingan langsung, yakni pemindahan sifat atau bentuk sesuatu ke hal yang lain; (2) gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Mis: bunga bangsa, buaya darat secara berturut-turut menggambarkan pemuda dan orang yang membahayakan.

65. Metonimia
(1) Majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal lain sebagai penggantinya; (1) gaya ungkapan pengganti nama. Mis: (a) Si Putih (untuk kucing yang bernama Putih), (b) Ia membeli sebuah chevrolet (merk mobil).

66. Mesodiplosis
Repetisi yang terletak di tengah baris atau kalimat berturut-turut. Mis: Pegawi kecil jangan mencuri kertas karbon. Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang goreng. Para pembesar jangan mencuri bensin.

67. Oksimoron
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama. Mis: (a) Keramahtamahan yang bengis, (b) itu sudah menjadi rahasia umum

68. Okupasi
Gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan bantahan yang kemudian dilanjutkan atau diakhiri dengan kesimpulan. Mis: Merokok itu merugikan. Tetapi di Indonesia menjamur pabrik rokok karena untungnya banyak. Sehingga konsumen perokok pun semakin bertambah banyak.

69. Parabel
Perluasan metafora; gaya bahasa yang berupa cerita singkat dengan tokoh-tokoh mausia untuk menyampaikan kebenaran dan ajaran moral. Misa: Cerita-cerita fiktif pada sastra klasik.

70. Parabola
Lihat parabel

71. Paradoks
(1) Gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta yang ada; (2) gaya bahasa yang seolah-olah mengandung pertentangan, tetapi setelah diteliti lebih lanjut ternyata tidak, karena yang diceritakan berlainan. Mis: (a) Di Surabaya yang ramai, ia merasa kesepian; (b) Kecelakaan yang dialami membawa kebaikan; (c) Musuh sering kali merupakan kawan yang akrab.

72. Paralelisme
(1) Gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama pula; (2) gaya bahasa penegasan yang sering dipakai dalam puisi. Mis: Sangat ironis kedengarannya bahwa ia mati di daerah yang subur karena kelaparan, dan mati terbunuh dalam negeri yang sudah ratusan tahun hidup dalam ketenteraman dan damai.

73. Paralepsis
Majas yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri. Mis: (a) Pak Guru sering memuji anak itu, yang (maafkan saya) saya maksud memarahi. (b) Pilihlah buah yang masak ( eh…) yang saya maksud bukan yang busuk.

74. Paronomasia
Gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang memiliki kemiripan bunyi. Mis: (a) Engkaulah orang kaya yang kaya monyet; (b) Ban Tuan sudah kuterima sebagai bantuan yang bernilai.

75. Pars prototo
(1) Bahasa figuratif yang mempergunakan atau menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksudkan adalah keseluruhannya; (2) Gaya bahasa sebagian untuk keseluruhan. Mis: (a) Setiap kepala harus diberi makan yang cukup, (b) Kemana ia, kok, tidak kelihatan batang hidungnya.

76. Penginsanan
Gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan memberikan ciri-ciri atau sifat-sifat manusia kepada benda-benda yang tidak bernyawa. Mis: Cinta itu buta, angin meraung-raung, penelitian menuntut kecermatan.

77. Perifrasis
(1) Gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan menguraikan sepatah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang diganti; (2) Gaya yang mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Mis: (a) Ia telah beristirahat dengan tenang (=mati), (b) Waktu matahari tenggelam di balik gunung, baru ia pulang (=petang hari)

78. Persamaan
Lihat simile; perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langusng menyatakan sesuatu sama dengan yang lain dengan memakai kata-kata pembanding: seperti, sebagai, laksana, bagaikan dll. Mis: (a) Kikirnya seperti kepiting batu, (b) Bagai air di daun talas, dll.

79. Personifikasi
Lihat pengisanan; gaya bahasa yang memperlakukan benda mati sebagai manusia. Mis: (a) Daun nyiur melambaikan tangannya; (b) Kucing itu menangisi induknya.

80. Pertanyaan oratoris
Gaya bahasa yang berbentuk pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, yang biasanya digunakan oleh tukang pidato. Mis: Maukah kita menelan pil pahit lagi.

81. Pertanyaan retoris
Lihat erotis; gaya bahasa yang terbentuk pertanyaan yang digunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut adanya jawaban. Mis: Herankah saudara kalau harga naik tinggi karena harga BBM juga membumbung.

82. Perumpamaan
Lihat simile; gaya bahasa perbandingan dua hal yang pada hakekadnya berbeda dan sengaja kita anggap sama, perbandingan itu dinyatakan secara langsung, yaitu menggunakan kata-kata pembanding: seperti, sebagai, bak dll. Mis: Ibarat mencencang air, bak merpati dua sejoli, laksana bulan purnama.

83. Pleonasme
(1) Gaya bahasa yang mengandung keterangan yang sebenarnya tidak perlu; (2) ungkapan penghias. Mis: (a) Aekalipun ia belum pernah menginjakkan kakiknya di negeri leluhurnya, (b) Saya telah melihat dengan mata kepalaku sendiri.

84. Polysindenton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa kata, frasa, klausa berturut-turut dengan menggunakan kata-kata sambung. Mis: Pemuda-pemuda berkumpul, lalu berbaris, serta berseragam biru, kemudian menuju lapangan upacara.

85. Pretarita
Preterito; gaya bahasa penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu. Pembaca atau pendengar disuruh mengungkap sendiri apa yang sengaja disembunyikan tersebut. Mis: (a) Keindahan pulau itu tidak perlulah diragukan lagi, pokoknya mampu menyerap wisatawan. (b) Siapa yang mencuri uang itu semua guru sudah tahu, untuk itu yang mencuri hendaknya segera mengembalikan uang yang dicuri.

86. Preterisio
Lihat apofasis; gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan melindungi sesuatu atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkan.

87. Prolepsis
Lihat antisipasi.

88. Prosopopoeia
Lihat personifikasi

89. Pun
Lihat paronomasia

90. Repetisi
Majas yang mengandung pengulangan kata atau kelompok kata yang sama dengan maksud untuk menegaskan. Mis: (a) Selamat datang pahlawanku, selamat datang kekasihku; (b) Atau kau mau pergi bersama-sama serangga, pergi bersama kecoak, pergi bersama mereka yang selalu membuat bau.

91. Reticentia
Gaya bahasa perhentian. Mis: (a) Apa boleh buat, ia telah pergi …; (b) Kalau dia tidak bersedia, aku terpaksa meninggalkannya. Tetapi kalau ia bersedia … soalnya jadi lain.

92. Retorik
Lihat gaya bahasa pertanyaan retoris; gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat oratoris (kalimat tanya bukan untuk bertanya/tidak memerlukan jawaban), untuk mengejek, menyatakan kesangsian, atau dipergunakan dalam pidato. Mis: (a) Apa kabar, baik bukan?, (b) Mana mungkin orang mati hidup kembali?

93. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang langsung menusuk perasaan, menyakitkan hati dan kasar. Mis: (a) Kelakuanmu memuakkan, (b) Otakmu memang otak udang!, (c) Lihat sang Raksasa itu! (untuk menghina si Cebol)

94. Satire
(1) Ungkapan menertawakan atau menolak sesuatu, mengkritik kelemahan manusia agar diperbaiki secara etis maupun estetis; (2) Sajak yang berisi cemoohan terhadap kepincangan hidup atau ketidakadilan. Mis: Surga karya Chairil Anwar.

95. Silepsis
Gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan kata yang lain yang secara grmatikal benar, tetapi secara semantik salah. Mis: (a) Ia sudah kehilangaan topi dan sengatnya (seharusnya: Ia sudah kehilangan topi dan kehilngan semangatnya. (b) Fungsi dan sikap bahasa (seharusnya fungsi dari bahasa dan sikap terhadap bahasa)

96. Simile
Lihat perumpamaan; persamaan; majas perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama dengan menggunkan kata-kata: seperti, laksana, bak dll. Mis: (a) Wajahnya seperti bulan kesiangan, (b) Baunya bak melati mekar, (c) Sepeutih kapas kain itu, (d) Sekeras batu daging itu.

97. Simbolik
Gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol. Mis: (a) sampah masyarakat (simbol orang yang tidak berguna/hina), (b) buaya darat (simbol orang yang hidung belang), (c) melati (lambang kesucian)

98. Simploke
Repetisi pada awal dan akhir baris atau kalimat berturut-turut. Mis:
Kamu bilang hidup ini brengsek. Aku bilang biarin.
Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Aku bilang biarin.
Kamu bilang aku nggak punya kepribadian. Aku bilang biarin.

99. Sinekdoke
Majas yang mempergunakan sebagian untuk menyatakan keseluruhan, atau mempergunakan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian. Mis: (a) Pertandingan Indonesia lawan Malaysia berakhir seri, (b) Setiap kepala dikenakan sumbangan

100. Sindiran
Lihat alegori; kiasan yang memakai persamaan secara berturut-turut berupa lukisan pendek. Bentuknya dapat berupa puisis atau prosa.

101. Sinisme
(1) Sindiran tajam atau ejekan; (2) Gaya bahasa yang mengandung sindiran sangat tajam yang tidak mengenal perikemanusiaan, lebih tajam dari ironi. Mis: (a) Pergi kau dari sini, anjing!, (b) ‘Harum benar baumu,’ kata ayah kepada adik yang belum mandi, (c) Itukah yang dinamakan ekerja?

102. Symetri
(1) Gaya keseimbangan; (2) gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan kata, kelompok kata, atau kalimat yang dikuti oleh kata, kelompok kata atau kalimat yang seimbang artinya dengan yang pertama. Mis: (a) Kakak berjalan tergesa-gesa seperti orang dikejar anjing, (b) Gadis itu tersenyum menwan, mampu meruntuhkan iman setiap lelaki, (c) Ayah diam seperti tak suka bicara.

103. Tautologi
(1) Gaya bahasa penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran; (2) Kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain; (3) gaya bahasa yang menggunakan kata-kata bersinonim. Mis:
(a) Ia tiba pukul 20.00 waktu setempat (malam tercakup dalam pukul 20.00)
(b) Globe itu berbentuk bulat (bulat tercakup makna maknanya dalam globe)
(c) Saya khawatir serta was-was akan keselamatannya.

104. Tautotes
Repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Mis: Kau menuding aku, aku menuding kau, kau dan aku menjadi seteru.
105. Totem pro parte
Gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan menyebut keseluruhan tetapi yang dimaksudkan sebagian. Mis: Pertandingan sepak bola antara Indonesia dengan Malaysia berakhir seri. (yang dimaksud kesebelasan dari Indonesia dan Malaysia)

106. Tropen
Gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan kata-kata yang tepat dan sejajar artinya dengan pengertian yang dimaksud. Mis: (a) Ia duduk termenung, hanyut dibawa pikirannya, (b) Seharian ia berkubur dalam kamar, (c) Bapak Menteri baru terbang ke Surabaya (yang dimaksud naik pesawat)

107. Zeugma
Majas yang merupkan koordinasi atau gabungan gramatis dua kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan. Mis: abstrak dan konkrit. Mis: (a) Paman saya nyata bersifat sosial dan egois, (b) Tua dan muda, kaya dan miskin, pintar dan bodoh semua akan mati.










==================

















DAFTAR PUSTAKA


Keraf, Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Hendy, Zaidan. 1988. Pelajaran Sastra 2. Jakarta: Gramedia.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
---------- . 1989. Pengajaran Kosa Kata. Bandung:Angkasa.
---------- . 1993. Menulis sebagai suau Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Supardjo, Lindu. 1988. Ringkasan Bahasa Indonesia, Ebtanas SMA. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
H.T. Ahmad, Zaiyadi.1991. Bhasa Indonesia: Bekal Mengarang. Jakarta: Harapan Massa.
Ibrahim, Abdul Syukur. 1987. Kesusastraan Indonesia: Sajian Latih-Ajar Mandiri. Surabaya: Usaha Nasional.
PA, Prasadja. 1982. Buku Ihktisar Pengetahuan Bahasa dan Sastra Indonesia SMP. IPIEMS
Aman. 1955. 500 Pepatah. Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kementerian P.P dan K.
Daryanto, Sigit. Tanpa Tahun. 1007 Peribahsa Indonesia. Suarabaya: Apollo.
Purwadarminto, W.J.S. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balaipustaka.
Kristono, Iwan. 1987. Kumpulan Istilah Kesenian dan Kebudayaan. Solo: Tiga Serangkai.


==========

0 komentar:

Posting Komentar